SELAMAT DATANG DI ZONA PROGRESIF KADER MUDA NAHDLIYIN SAMPANG,DARI NU UNTUK BANGSA,NEGARA DAN AGAMA
  • Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu
  • Satu-satunya penguasa yang saya akui di dunia ini adalah suara hening kecil di dalam hati.
  • Kebebasan bukan terkandung dalam tindakan-tindakan yang kita sukai, tapi ada pada hak kita saat mengerjakan sesuatu yang seharusnya.
  • Kita bisa hidup tanpa agama dan meditasi, tetapi kita tidak bisa hidup tanpa kasih sayang sesama manusia.

Memaknai Tradisi Toron di Madura

Posted by Lakpesdam NU Sampang Kamis, 24 Oktober 2013 0 komentar
Sampai sat ini Tradisi "Toron" masih sangat terpelihara di kehidupan masyarakat Madura. "Toron" mempunyai makna “turun kebawah”, atau pulang kampung atau mudik. Namun makna toron pada dasarnya mempunyai makna lebih luas lagi, yaitu membangun kembali solidaritas yang mengarah jalinan tali silaturrahmi antar keluarga dan kerabat orang Madura yang di tanah kelahirannya.Dengan toron, keutuhan dan keakraban antar warga Madura akan tetap terjalin semakin rapat dan mesra. Untuk itu, ketika orang Madura pada saatnya mudik, tentu telah mempersiapkan diri dengan bekal-bekal bawaan yang secara formalis sebagai oleh-oleh, sekaligus sebagai bentuk manifestasi dari keterikatan kekeluargaan, meski mereka harus merantau sejauh mana meninggalkan tanah kelahirannya.


Bagi Masyarakat Mdura, ada tiga peristiwa penting bagi warga Madura untuk toron. Yang pertama, yaitu pada saat lebaran Hari Raya Idul Ftri, Hari Raya Idul Adha dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Selain tiga peristiwa tersebut, toron bisa dilakukan setiap saat. Pada saat Idul Fitri secara umum dilakukan hampir suluruh warga Madura harus toron, tanpa melihat siapa dan apa urusan mereka di tanah rantau. Hal ini sama dengan ummat muslim lainnya. Namun pada saat Hari Raya Idul Adha, yang kemudian disebut Hari Raya Besar atau Hari Raya Reaje (rajhe), toron umumnya dilakukan oleh masyarakat yang bermukim di wilayah pedesaan, yang note bene mempunyai wilayah tradiri kekerabatan yang sangat kental dan kuat

Selain hari raya, bulan Maulid Nabi merupakan momen penting bagi etnis Madura  untuk pulang kampung, terutama bagi mereka yang berasal dari pedesaan yang bekerja di sektor informal di rantau orang. Bagi kalangan santri, motif toron untuk memperingati Maulud adalah untuk menghormati Rasul, dan peringatan itu diibaratkan acara haul bagi kedua orang tua mereka. Bagi mereka yang merantau, "toron" di hari-hari besar Islam adalam kesempatan utntuk selalu meluangkan waktu agar bisa pulang kampung (toron), selain juga karena ada motif lain. Seperti keperluan ta’ziyah karena ada keluarga yang meninggal, acara perkawinan, ziarah kepada anggota keluarga yang akan berangkat maupun pulang dari ibadah haji, sowan (acabis) kepada kyai, ziarah kubur kedua orang tua, dan lain sebagainya. Kendati ini semua bersifat insidental, namun aktivitas semacam ini telah mentradisi di kalangan etnis Madura.

Landasan kearifan lokal inilah, yang menjadikan masyarakat Madura sangat diikat dan terikat oleh nilai kekebaratan, sehingga dalam kondisi apapun toron merupakan bentuk “kewajiban” meski secara finalsial mereka mempunyai keterbatasan. Bahkan dalam kondisi tertentu, hasil upaya ekonomi dari hasil kerja kerasnya di tanah rantau, sebagaian disisakan dan disimpan untuk persiapan ketika mereka harus toron.

Selain itu, Tradisi Toron juga mnyiratkan bahwa masyarakat Madura sangat mengapresiasi hari-hari besar Islam sehingga hal inilah yang kemudian menjadi sinyal untuk mengatakan bahwa dalam sisi religiusitas, Masyarkt Madura dikenal sangat religius bahkan cenderung fanatis.

Namun demikian meski kata toron mempunyai makna turun, tidak ada istilah sebaliknya onggha (naik). Karena toron bukan berararti turun dari atas kebawah. Toron merupakan istilah yang menajam sebagai bentuk kekentalan nilai dari dasar toron sendiri. Toron bisa berkembang menjadi toronan yaitu manifestasi dari silsilah keturunan dari tingkat keluarga, dengan pengertian, kembali ke pangkuan orang tua, atau dalam makna “turun temurun”, yang mempunyai arti peristiwa toron telah dilakukan secara turun temurun, yaitu mengikat tali silaturrahmi antar sanak keluarga dan kerabat pendahulunya.Namun kenyataannya, masyarakat Madura sebagai masyarakat religius tradisi toron menjadi tradisi kuat yang selalu menjadi harapan dan kebanggaan tersendiri yang patut menjadi contoh bagi warga lainnya.

Sebagaimana sabda Nabi: Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya, tidak menzhalimi atau mencelakakannya. Barangsiapa membantu kebutuhan saudaranya sesame Muslim dengan menghilangkan satu kesusahan darinya, niscaya Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan di hari kiamat. Dan barangsiapa menutupi aib seorang Muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.” (Riwayat Bukhari dari Abdullah bin Umar RA) atau Persaudaraan dalam Islam memperkuat ikatan antara orang-orang Muslim dan menjadikan mereka satu bangunan yang kokoh.

“Perumpamaan orang-orang yang beriman dalam hal saling mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu tubuh; apabila satu organnya merasa sakit, maka seluruh tubuh akan sulit tidur dan merasa demam.” (Riwayat Muslim) atau “Orang-orang Muslim itu ibarat satu tubuh; apabila matanya marasa sakit, seluruh tubuh ikut merasa sakit; jika kepalanya merasa sakit, seluruh tubuh ikut pula merasakan sakit.” (Riwayat Muslim)




TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Memaknai Tradisi Toron di Madura
Ditulis oleh Lakpesdam NU Sampang
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke https://profillakpesdamsampang.blogspot.com/2013/10/memaknai-tradisi-toron-di-madura.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of LAKPESDAM NU SAMPANG.

Let's Joint